Kingdom of the wind.
Akademi militer, 11:30 am.
"OI, Ackley apa pergerjaanmu sudah selesai" seru seorang pria tua, yang hampir seluruh rambutnya putih.
"Ackley" panggilnya lalu masuk ke dalam aula yang luas itu, dengan dominan warna putih. "Ackley" panggilnya lagi.
-Siiing-
Ruangan besar itu kosong, dan hanya ada sebuah ember. Pria itu melihat sekitar, mencari seorang pemuda dengan rambut hitam. Yang seharusnya sekarang sedang mengepel lantai.
"ACKLEY!!!" teriaknya.
...
"HUACHUU!!" bersin Ackley.
"Kau kena flu Ackley??" tanya Arthur.
"Tidak aku merasa ada yang sedang membicarakanku" ucap Ackley sambil mengosok hidungnya.
Hutan terlarang.
"Huh" dengus seseorang. "Lamaa" seorang wanita berambut merah ikal keluar dari balik salah satu pohon. Di tangan kanannya terdapat kipas dengan corak mawar.
"Nona Sophia anda sudah datang ternyata khu..khu..khu.. Maaf...maaf" kata pria dengan topi aneh itu.
"Aku lihat kau sudah melakukan perkerjaanmu dengan baik. Joseph" puji wanita itu.
"Khu..khu..khu tentu saja" seringainya "Kau pasti tidak akan percaya dengan yang ku temukan tadi" ucapnya.
Wanita itu meliriknya dengan tajam, membuat Joseph mengeluarkan keringat dingin.
"Ya-ya tadi aku menemukan seorang anak laki-laki" ucapnya tergagap sambil merapikan dasi kupu-kupu merahnya yang miring. "Dan anak laki-laki memilikin darah salamander. Ya... Walaupun itu dalam jumlah yang dikit"
-Wussh-
Setangkai bunga mawar melesat melewati kepalanya dan menamcap tepat pohon yang ada di belakang Joseph.
"Jangan melakukan hal aneh-aneh dengan anak itu, raja akan sangat senang mendengarnya" ucap Sophie dingin. Joseph menelan ludahnya. Dan Elvis juga. "Kalau kau melakukan hal aneh" Sophie melirik Elvis tajam. "Akan ku bunuh topi bodoh mu itu" ucapnya dingin.
"Dan aku jadi ingin mencicipinya, fu..fu..fu.." Sophie menjilat bibir bawahnya.
Joseph memeluk Elvis dengan erat. Wajahnya sudah pucat. 'Se-seram' batinya.
Kingdom of the wind.
Gerbang Utara 11 Desember, 12:00 am.
"Ti-tidak mungkin"
"Gerbang Utara"
"Hancur" Lucia menatap sendu, puing-puing yang ada di depannya.
-Eltier, chap 4: Show Time-
flash back.
"Anu... Putri Lucia, sebenarnya kita mau kemana ya?" tanya Ackley. Lucia berbalik dan tersenyum.
"Kalian berdua" tunjuknya pada Ackley dan Arthur bergantia. Mereka berdua menatapnya dengan tanda tanya.
"Kalian akan menjadi pengawalku" ucapnya bangga.
"Heh?!" teriak mereka berdua.
Lucia mengangguk.
"Ya..ya.. Cepat-cepat ambil pedang kalian, kita akan ke gerbang Utara" kata Lucia "Kita berkumpul lagi di sini dan Ackley jangan bawa tongkat pel itu" Lucia menunjuk tongkat pel yang dari tadi di bawa Ackley sampai keluar area akademi.
"Ten-tentu saja aku lagi menjalankan hukuman tadi!!" teriak Ackley yang wajahnya merah. Malu.
Dan Lucia semakin bersemangat untuk menggodanya.
"Ackley mukamu merah loh... Hahahaha"
"Dasar" kata Arthur pelan lalu pergi meninggalkan kedua orang itu.
Flash back end.
Kingdom of the wind.
Gerbang Utara, 12:00 am.
"Tidak mungkin, siapa yang melakukannya" geram Ackley.
"Dari kabar yang kudengar tadi, 5 ksatria yang di kirim beberapa jam yang lalu hilang dan 120 prajurit tewas di tempat ini, dan mereka semua tewas dengan mengenaskan" jelas Arthur, dan itu membuat Ackley semakin marah.
"Tidak bisa di maafkan!!!" serunya. "Akan kutemukan orang itu" Ackley mengeluarkan pedangnya.
"Tunggu dulu" halang Arthur. "Kita harus memeriksa tempat ini dulu, putri tetap berada di belakang Ackley, aku akan memriksa sekeliling" Arthur berjalan mendahului mereka.
'Aku merasakan hal aneh di sekitar sini' pikir Arthur.
Arthur berbalik untuk menatap mereka "Kalian berdua jangan sampai terpisah"
"ARTHUR AWAS!!!" teriak Lucia.
Monster berbentuk jamur keluar dari tanah, dan mulai menyerang Arthur.
Belum sempat Arthur mengelak monster itu mengeluarkan semacam cairan berwarna hijau dari mulutnya.
Ackley menarik tangan Arthur, dan melemparnya kesamping. Mereka berdua tersungkur di tanah (salju) sehingga cairan itu tidak mengenai mereka.
-Wussh-
Beberapa anak panah mengenai wajah monster itu. Dari jauh Lucia membidik monster itu. Dan anak panah itu mengenai mata monster itu. Sehingga kedua orang itu mempunyai waktu untuk menghindar. Dan memasang posisi bertarung.
Ackley menghempaskan satu serangan dan membuat monster itu terbelah menjadi dua.
"Ackley di depanmu" seru Arthur. Beberapa monster jamur muncul dari tanah dan sekarang jumlahnya puluhan. Dari jauh terlihat siluet laki-laki yang menggunakan topi.
"Khu..khu..khu setelah 5 orang menyebalkan itu, 3 orang anak kecil muncul khu..khu.." monster-monster itu mulai menyerang Arthur dan Ackley. Dengan santai pria itu berjalan menuju Lucia.
Pria itu melepaskan topinya berlutut di depan Lucia. "Perkenalkan putri aku Joseph dan dia Elvis".
"A-apa yang..."
Joseph memegang tangan kanan Lucia dan menjilatnya. Sontak Ackley dan Arthur
terkejut dan berusaha mendekati Lucia tapi beberapa monster menghalangi jalan
mereka.
Lucia menarik tangannya dengan jijik, dan mengelapnya di gaunnya. "APA YANG KAU LAKUKAN!!!" bentaknya. Di tatapnya orang itu dengan tatapan jijik.
"Aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh kok" seringainya. "Tapi itu mungking terjadi khu..khu..khu.." dengan cepat Lucia mengambil beberapa anak panah dan membidiknya tepat di wajah Joseph.
"Kalau kau berani menyentuhku dengan tangan kotormu itu, aku akan membunuhmu Sir!!" ancamnya, mata violet itu memancarkan kemarahan. Pria itu mundur 2 langkah dan mengangkat tangannya, dan seringainya semakin lebar.
"Well, putri sepertimu ternyata agak mengerikan juga khu..khu..khu" ucapnya dan Elvis mulai menjilat bibir bawahnya. "Tenang Elvis nanti kau bisa mencicipinya juga" Lucia menatapnya dengan waspada, kapan saja dia bisa menembakan ke 2 dua anak panah itu.
"Ja-jangan macam-macam" desis Lucia badanya sedikit bergetar karena ketakutan.
Joseph itu berjalan mengelilinginya dan melihatnya dari atas sampai bawah.
"Kau lumayang untuk seorang anak kecil khu..khu..khu.." ucapnya sambil menjilat bibir bawahnya. "Berapa banyak uang yang akan ku dapat jika menjualmu khu..khu..khu.." jarinya menyentuh dagu Lucia dengan cepat Lucia melepaskan anak panah itu. Tapi Elvis berhasil menangkisnya dengan lidahnya.
"Tidak secepat itu putri" katanya lalu di tariknya ke dua tangan Lucia kebelakang dengan menggunakan tangan kirinya dan mengungcinya. Sehingga posisi Lucia membelakanginya. "Khu..khu..khu.. Di luar dugaan kau manis juga kalau di lihat dengan dekat"
"APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN PUTRI!!" teriak Arthur, wajah dan tubuhnya penuh dengan luka-luka dan pedangnya sudah berlumuran dengan cairan aneh berwarna biru.
"Art..hur hiks..." airmata mulai keluar dari sudut mata Lucia saat Lucia menatap Arthur yang sudah terluka.
"Cih!" decak Joseph "Kau berhasil membunuh beberapa monsterku yang cantik, ku akui kau hebat tapi" seringai di wajahnya semakin lebar dan mata merahnya menyalah "Kau tidak akan sanggup melawan yang ini, Elvis!!" serunya, Elvis mengeluarkan spora dari dalam mulutnya. Spora-spora yang berwarna kuning itu berkumpul di langin lalu bersatu menjadi satu. Dan sebuah siluet monster jamur yang sangat besar terilihat. Monster itu muncul kedua tangannya sangat besar, dan berkuku tajam, tarinya juga terlihat lebih runcing dan tajam, kaki-kakinya (akar) menancap di tanah. Monster itu mengeluarkan suara erangan yang kuat.
"A-apa" mata Arthur terbelak tak percaya.
Monster itu menyerang Arthur, dan Arthur berhasil mengelak.
"Khu..khu..khu.. Kau lihat dia adalah monsterku yang paling cantik" ucapnya, lalu melirik ke arah Lucia yang mulai menagis. "Wah..wah.. Kemana kemarahanmu yang tadi putri?" tanyanya. Lucia memalingkan wajahnya. Tidak menjawab.
"khu..khu..khu.. Keras kepala" tangan kiri Joseph yang 'Bebas' menarik wajah Lucia sehingga mata mereka bertatapan. Mata violet Lucia menatap mata merahnya dengan penuh kebencian. "Apa maumu?" desisnya perlahan airmata turun daru sudut matanya.
"Mauku??" wajah Joseph terlihat berfikir dan itu membuat Lucia muak.
...
Monster itu mulai menyerang Arthur, Arthur menangkis serangan monster itu dengan pedangnya, sesekali dia melirik Ackley yang masih sibuk bertarung dengan monster-monster jamur yang lain. Wajahnya terlihat sangat lelah.
'Cih.. Apa yang harus ku lakukan kalau seperti ini terus putri Lucia...' Arthur tersadar dari lamunannya saat monster itu membuat ancang-ancang untuk melancarka serangan selajutnya. 'Haruskah aku menggunakan itu' batinya.
"Arthur!!" teriak Ackley, Arthur menoleh ke arah Ackley "Kau urus monster itu, aku akan menolong putri" lanjutnya dan langsung berlari menebas beberapa monster untuk membuka jalan. Arthur mengangguk tanda mengerti dan kembali melakukan duelnya dengan monster itu.
...
Joseph menjilat air mata yang keluar dari sudup mata Lucia. Dan Lucia merasa jijik dan berusaha untuk melawan orang yang sedang melakukan hal tercela padanya. "Hahahaha" tawa Joseph "Percuma saja melawanku" bisiknyanya.
"A-apa"
-Crassh-
Cairan berwarna merah kental keluar dari tangan sebelah kanan Joseph, Lucia terkejut melihat hal itu dan di belakang Joseph Lucia melihat Ackley yang memegang pedangnya yang sudah berlumuran darah.
"Ackley..."
"Huh! Ternyata kau hebat 'salamander' " seringan di wajahnya memudar, dan dia melepaskan Lucia lalu mendorongnya. Dengan cepat Ackley menangkapnya.
"Putri kau tidak apa-apa" tanyanya, Lucia mengangguk dan mulai terisak. Ackley memeluknya untuk menengkannya. "Sudahlah... Aku ada di sampingmu" ucapnya lembut. Lalu mengendong Lucia dengan gaya Bridal style.
Lucia menarik tangannya dengan jijik, dan mengelapnya di gaunnya. "APA YANG KAU LAKUKAN!!!" bentaknya. Di tatapnya orang itu dengan tatapan jijik.
"Aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh kok" seringainya. "Tapi itu mungking terjadi khu..khu..khu.." dengan cepat Lucia mengambil beberapa anak panah dan membidiknya tepat di wajah Joseph.
"Kalau kau berani menyentuhku dengan tangan kotormu itu, aku akan membunuhmu Sir!!" ancamnya, mata violet itu memancarkan kemarahan. Pria itu mundur 2 langkah dan mengangkat tangannya, dan seringainya semakin lebar.
"Well, putri sepertimu ternyata agak mengerikan juga khu..khu..khu" ucapnya dan Elvis mulai menjilat bibir bawahnya. "Tenang Elvis nanti kau bisa mencicipinya juga" Lucia menatapnya dengan waspada, kapan saja dia bisa menembakan ke 2 dua anak panah itu.
"Ja-jangan macam-macam" desis Lucia badanya sedikit bergetar karena ketakutan.
Joseph itu berjalan mengelilinginya dan melihatnya dari atas sampai bawah.
"Kau lumayang untuk seorang anak kecil khu..khu..khu.." ucapnya sambil menjilat bibir bawahnya. "Berapa banyak uang yang akan ku dapat jika menjualmu khu..khu..khu.." jarinya menyentuh dagu Lucia dengan cepat Lucia melepaskan anak panah itu. Tapi Elvis berhasil menangkisnya dengan lidahnya.
"Tidak secepat itu putri" katanya lalu di tariknya ke dua tangan Lucia kebelakang dengan menggunakan tangan kirinya dan mengungcinya. Sehingga posisi Lucia membelakanginya. "Khu..khu..khu.. Di luar dugaan kau manis juga kalau di lihat dengan dekat"
"APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN PUTRI!!" teriak Arthur, wajah dan tubuhnya penuh dengan luka-luka dan pedangnya sudah berlumuran dengan cairan aneh berwarna biru.
"Art..hur hiks..." airmata mulai keluar dari sudut mata Lucia saat Lucia menatap Arthur yang sudah terluka.
"Cih!" decak Joseph "Kau berhasil membunuh beberapa monsterku yang cantik, ku akui kau hebat tapi" seringai di wajahnya semakin lebar dan mata merahnya menyalah "Kau tidak akan sanggup melawan yang ini, Elvis!!" serunya, Elvis mengeluarkan spora dari dalam mulutnya. Spora-spora yang berwarna kuning itu berkumpul di langin lalu bersatu menjadi satu. Dan sebuah siluet monster jamur yang sangat besar terilihat. Monster itu muncul kedua tangannya sangat besar, dan berkuku tajam, tarinya juga terlihat lebih runcing dan tajam, kaki-kakinya (akar) menancap di tanah. Monster itu mengeluarkan suara erangan yang kuat.
"A-apa" mata Arthur terbelak tak percaya.
Monster itu menyerang Arthur, dan Arthur berhasil mengelak.
"Khu..khu..khu.. Kau lihat dia adalah monsterku yang paling cantik" ucapnya, lalu melirik ke arah Lucia yang mulai menagis. "Wah..wah.. Kemana kemarahanmu yang tadi putri?" tanyanya. Lucia memalingkan wajahnya. Tidak menjawab.
"khu..khu..khu.. Keras kepala" tangan kiri Joseph yang 'Bebas' menarik wajah Lucia sehingga mata mereka bertatapan. Mata violet Lucia menatap mata merahnya dengan penuh kebencian. "Apa maumu?" desisnya perlahan airmata turun daru sudut matanya.
"Mauku??" wajah Joseph terlihat berfikir dan itu membuat Lucia muak.
...
Monster itu mulai menyerang Arthur, Arthur menangkis serangan monster itu dengan pedangnya, sesekali dia melirik Ackley yang masih sibuk bertarung dengan monster-monster jamur yang lain. Wajahnya terlihat sangat lelah.
'Cih.. Apa yang harus ku lakukan kalau seperti ini terus putri Lucia...' Arthur tersadar dari lamunannya saat monster itu membuat ancang-ancang untuk melancarka serangan selajutnya. 'Haruskah aku menggunakan itu' batinya.
"Arthur!!" teriak Ackley, Arthur menoleh ke arah Ackley "Kau urus monster itu, aku akan menolong putri" lanjutnya dan langsung berlari menebas beberapa monster untuk membuka jalan. Arthur mengangguk tanda mengerti dan kembali melakukan duelnya dengan monster itu.
...
Joseph menjilat air mata yang keluar dari sudup mata Lucia. Dan Lucia merasa jijik dan berusaha untuk melawan orang yang sedang melakukan hal tercela padanya. "Hahahaha" tawa Joseph "Percuma saja melawanku" bisiknyanya.
"A-apa"
-Crassh-
Cairan berwarna merah kental keluar dari tangan sebelah kanan Joseph, Lucia terkejut melihat hal itu dan di belakang Joseph Lucia melihat Ackley yang memegang pedangnya yang sudah berlumuran darah.
"Ackley..."
"Huh! Ternyata kau hebat 'salamander' " seringan di wajahnya memudar, dan dia melepaskan Lucia lalu mendorongnya. Dengan cepat Ackley menangkapnya.
"Putri kau tidak apa-apa" tanyanya, Lucia mengangguk dan mulai terisak. Ackley memeluknya untuk menengkannya. "Sudahlah... Aku ada di sampingmu" ucapnya lembut. Lalu mengendong Lucia dengan gaya Bridal style.
"Tenang aku
bersamamu.." ucap Ackley yang masih menggendong Lucia dan membawanya jauh
dari Joseph.
"Khu..khu..khu... Dasar bocah" Joseph memegang tangan kanannya yang telah terpotong.
...
Ackley menyembunyikan Lucia di balik salah satu reruntuhan bangunan. Ackley berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan wajah Lucia "Putri tunggu di dini aku akan kembali" kata Ackley. Lucia tertunduk dan terisak badanya bergetar. Ackley mengelus kepala itu lembut. "Tenanglah aku akan segera kembali.." Ackley berdiri dan mengambil pedangnya, Lucia menarik ujung jubahnya.
"Ber-berjuanglah.." ucap Lucia sambil tersenyum, jejak airmata terlihat jelas di wajahnya. Ackley balas tersenyum dan mengelus kepalanya. Lagi. "Iya aku akan berjuang"
...
"Khu..khu..khu.. Bocah sialan" ucapnya sambil memegang tangan kanannya yang terus mengeluarkan darah. Membuat salju yang ada di bawahnya menjadi merah. Wajah Elvis terlihat khawatir. "Khu..khu..khu.. Setelah ku temukan akan kubunuh salamander itu" seringainya.
Elvis membuka mulutnya mengatakan sesuatu. "Hah! Kau benar Elvis, nona Sophie akan membunuhku juga jika aku membunuhnya" wajah pucatnya terlihat semakin pucat. "Tapi tetap saja.." ucapnya. Elvis membuka mulutnya lagi. "Iya..iya aku tau, aku juga tidak mau kalau kau terbunuh. Elvis"
Langkahnya terhenti saat dia melihat tangan yang tertimbun salju. "Itu dia" ucapnya lalu dengan cepat di ambilnya 'Tangannya'.
Elvis membuka mulutnya dan Joseph memasukan tangganya yang terpotong tadi, Elvis mengunyahnya dengan cepat. Joseph mengarahkan tanganya tepat di wajah Elvis, Elvis mengeluarkan serbuk berwarna merah, dengan cepat dari tempat yang terpotong itu muncul daging-daging baru, lalu membentuk sebuah tangan yang baru. Joseph menggerakannya, senyuman muncul di wajahnya.
"Khu..khu..khu.. Kau hebat Elvis, sekarang kita pergi ke tempat anak yang sedang melawan ratu jamurku, aku agak khawatir dengannya khu..khu.."
...
"Sial.." decak Arthur. Beberapa monster jamur mengepungnya. Dan monster-monster itu melindungi monster yang lebih besar itu. Ratu jamur.
"Ini terlalu banyak" Arthur menangkis serangan salah satu monster jamur.
"Art!!" seru Ackley menebas monster-monster itu dan berlari menuju Arthur. Sontak Arthur terkejut melihatnya.
"Apa yang kau lakukan?!!" bentaknya "Bagaimana dengan putri" Arthur menusuk monster jamur yang ada di depannya. Dan menyabut pedangnya kembali.
"Tenang saja aku sudah menarunya di tempat yang aman" ucap Ackley yang langsung terfokus dengan monster di depannya. Arthur menghela nafas lega.
"Syukurlah.." Arthur mengeluarkan buku dari balik jubahnya. Sambil menangkis serangan monster-monster itu Arthur mulai membaca halaman yang sudah di tandainya. Ackley menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Art.. Apa kau..." lingkaran sihir muncul di tiap badan monster-monster itu. Arthur mulai membaca mantra kuno. Listrik muncul dari lingkaran sihir itu, membuat monster-monster tersengat dengan tegangan yang cukup kuat. Saat itu semua selesai. Yang tercium hanya bau gosong. Dan monster-monster ambruk di salju dengan keadaan hangus.
Ackley menatap takjub ke arah Arthur.
"Hebat" serunya "Kau benar-benar hebat Art" pujinya sambil mengacungkan jempolnya.
"Jangan senang dulu" ucap Arthur "Kita masih harus melawan monster yang satu ini" Arthur menunjuk monster yang ukurannya 5x lebih besar dari pada monster yang tadi. Ackley mengaga melihatnya.
"Monster macam apa itu?!!!" teriaknya. Sambil menunjuk-nunjuk monster itu dengan pedangnya.
"Khu..khu..khu kau baru melihatnya bocah salamander khu..khu..khu.." Joseph muncul dari balik monster itu, di kedua tangannya memegang pistol AK-47.
"Khu..khu..khu.. Bocah sialan dan bocah salamander kalian akan mati di tanganku" ucapnya.
Elvis membuka mulutnya mengatakan sesuatu yang tidak di mengerti oleh Arthur dan Ackley.
"Iya..iya aku ingat Elvis, aku tidak akan membunuh bocah salamander itu, tapi bocah sialan itu" ucapnya, lalu Elvis tersenyum mendengarnya. Joseph memandang Arthur sambil tersenyum lebar.
'Salamander?" pikir Arthur.
"Bocah sialan kau hebat juga bisa membunuh monster-monsterku dengan satu serangan sihir, kau hebat juga.." senyumannya berubah menjadi seringai yang licik. "Ini baru akan di mulai.." Joseph mengarahkan pistol.
"Is.. Show time"
-DOR!-
-Chap 4: Show time, end-
"Senang memainkan peran orang lain di kehidupan sendiri, adalah pertunjukan yang paling menyedihkan"
"Khu..khu..khu... Dasar bocah" Joseph memegang tangan kanannya yang telah terpotong.
...
Ackley menyembunyikan Lucia di balik salah satu reruntuhan bangunan. Ackley berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan wajah Lucia "Putri tunggu di dini aku akan kembali" kata Ackley. Lucia tertunduk dan terisak badanya bergetar. Ackley mengelus kepala itu lembut. "Tenanglah aku akan segera kembali.." Ackley berdiri dan mengambil pedangnya, Lucia menarik ujung jubahnya.
"Ber-berjuanglah.." ucap Lucia sambil tersenyum, jejak airmata terlihat jelas di wajahnya. Ackley balas tersenyum dan mengelus kepalanya. Lagi. "Iya aku akan berjuang"
...
"Khu..khu..khu.. Bocah sialan" ucapnya sambil memegang tangan kanannya yang terus mengeluarkan darah. Membuat salju yang ada di bawahnya menjadi merah. Wajah Elvis terlihat khawatir. "Khu..khu..khu.. Setelah ku temukan akan kubunuh salamander itu" seringainya.
Elvis membuka mulutnya mengatakan sesuatu. "Hah! Kau benar Elvis, nona Sophie akan membunuhku juga jika aku membunuhnya" wajah pucatnya terlihat semakin pucat. "Tapi tetap saja.." ucapnya. Elvis membuka mulutnya lagi. "Iya..iya aku tau, aku juga tidak mau kalau kau terbunuh. Elvis"
Langkahnya terhenti saat dia melihat tangan yang tertimbun salju. "Itu dia" ucapnya lalu dengan cepat di ambilnya 'Tangannya'.
Elvis membuka mulutnya dan Joseph memasukan tangganya yang terpotong tadi, Elvis mengunyahnya dengan cepat. Joseph mengarahkan tanganya tepat di wajah Elvis, Elvis mengeluarkan serbuk berwarna merah, dengan cepat dari tempat yang terpotong itu muncul daging-daging baru, lalu membentuk sebuah tangan yang baru. Joseph menggerakannya, senyuman muncul di wajahnya.
"Khu..khu..khu.. Kau hebat Elvis, sekarang kita pergi ke tempat anak yang sedang melawan ratu jamurku, aku agak khawatir dengannya khu..khu.."
...
"Sial.." decak Arthur. Beberapa monster jamur mengepungnya. Dan monster-monster itu melindungi monster yang lebih besar itu. Ratu jamur.
"Ini terlalu banyak" Arthur menangkis serangan salah satu monster jamur.
"Art!!" seru Ackley menebas monster-monster itu dan berlari menuju Arthur. Sontak Arthur terkejut melihatnya.
"Apa yang kau lakukan?!!" bentaknya "Bagaimana dengan putri" Arthur menusuk monster jamur yang ada di depannya. Dan menyabut pedangnya kembali.
"Tenang saja aku sudah menarunya di tempat yang aman" ucap Ackley yang langsung terfokus dengan monster di depannya. Arthur menghela nafas lega.
"Syukurlah.." Arthur mengeluarkan buku dari balik jubahnya. Sambil menangkis serangan monster-monster itu Arthur mulai membaca halaman yang sudah di tandainya. Ackley menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Art.. Apa kau..." lingkaran sihir muncul di tiap badan monster-monster itu. Arthur mulai membaca mantra kuno. Listrik muncul dari lingkaran sihir itu, membuat monster-monster tersengat dengan tegangan yang cukup kuat. Saat itu semua selesai. Yang tercium hanya bau gosong. Dan monster-monster ambruk di salju dengan keadaan hangus.
Ackley menatap takjub ke arah Arthur.
"Hebat" serunya "Kau benar-benar hebat Art" pujinya sambil mengacungkan jempolnya.
"Jangan senang dulu" ucap Arthur "Kita masih harus melawan monster yang satu ini" Arthur menunjuk monster yang ukurannya 5x lebih besar dari pada monster yang tadi. Ackley mengaga melihatnya.
"Monster macam apa itu?!!!" teriaknya. Sambil menunjuk-nunjuk monster itu dengan pedangnya.
"Khu..khu..khu kau baru melihatnya bocah salamander khu..khu..khu.." Joseph muncul dari balik monster itu, di kedua tangannya memegang pistol AK-47.
"Khu..khu..khu.. Bocah sialan dan bocah salamander kalian akan mati di tanganku" ucapnya.
Elvis membuka mulutnya mengatakan sesuatu yang tidak di mengerti oleh Arthur dan Ackley.
"Iya..iya aku ingat Elvis, aku tidak akan membunuh bocah salamander itu, tapi bocah sialan itu" ucapnya, lalu Elvis tersenyum mendengarnya. Joseph memandang Arthur sambil tersenyum lebar.
'Salamander?" pikir Arthur.
"Bocah sialan kau hebat juga bisa membunuh monster-monsterku dengan satu serangan sihir, kau hebat juga.." senyumannya berubah menjadi seringai yang licik. "Ini baru akan di mulai.." Joseph mengarahkan pistol.
"Is.. Show time"
-DOR!-
-Chap 4: Show time, end-
"Senang memainkan peran orang lain di kehidupan sendiri, adalah pertunjukan yang paling menyedihkan"