Kingdom of the wind.
10 Desember, 06:30 am.
Udara terasa dingin, kemarin salju turun dan menutupi semua permukaan tanah menjadi putih. Saking dinginnya banyak orang yang memilih untuk tetap berada di dalam selimutnya yang hangat, atau duduk di dekat perapian sambil menikmati coklat panas.
Tapi, udara dingin tetap tidak bisa mengusik kedua orang ini.
-TRAANG!!-
Suara kedua pedang yang saling beradu.
-TRAANG!-
"Kau tidak akan bisa mengalahkanku, Ackley"
-TRAANG!!-
"Kita lihat saja Art..."
-WUUSH!!-
-TRAANG!!-
"AKH!!"
-BRUK!!-
"Kau memang masih saja payah, Ackley"
"Cih, sialan lain kali aku tidak akan kalah!!" kata Akcley yang sekarang sudah terduduk di tanah.
"Itu sudah yang ke 10 kalinya kau berkata seperti itu" kata Arthur sambil mengulurkan tangannya pada Ackley. "Sudahlah... Di sinih dingin asal kau tau saja" lanjutnya.
"Ck! Iya ya aku mengerti" Ackley membalas uluran tangan itu dan berdiri. Lalu mengambil pedangnya yang tertancap di salju tidak jauh darinya.
"Ackley~ Arthur~" panggil seorang gadis dari kejahuan. Sontak kedua orang yang di panggil menoleh.
"Putri Lucia" kata keduanya.
"Kalian bertengkar lagi!?" tanya Lucia dengan wajah panik.
Mereka berdua hanya memandang wajah Lucia yang panik. Bagi mereka "Wajah putri yang sedang panik itu lucu".
"A...apa?" tanya Lucia yang wajahnya memerah karena di pandang oleh kedua orang yang ada di depannya. "Ada yang aneh di wajahku?".
"Tidak wajahmu manis kok" puji Ackley dan itu membuat wajah Lucia semakin merah. Dan sepertinya Arthur melihat dengan wajah yang agak kesal.
"Apa yang kau bawa putri" tanya Arthur mengalihkan perhatian mereka berdua kepada keranjang yang di bawa Lucia.
"Ah! ini..." Lucia mengangkat keranjang itu. "Ini sarapan buat kalian, tadi bibi Dolores membuatkan ini" kata Lucia dengan senyuman yang paling manis.
"Wah... Benarkah kebetulan perutku lapar" dengan senang hati Ackley mengambil bekal itu.
"Moodmu itu cepat sekali berubah" kata Arthur pelan sambil memasukan kembali pedangnya ke tempatnya.
"Ah! Art... Pipimu..." Lucia memegang pipi Arthur yang terluka, sepertinya bekas sabetan pedang Ackley tadi. "Berdarah ini harus segera di obati, apa ini sakit" tanya Lucia Khawatir.
Wajah Arthur merona.
"Ini... bukan... Apa-apa" jawab Arthur sambil melepaskan tangan Lucia pada pipinya. "Nanti sarung tanganmu kotor" lanjutnya.
"Hoi kalian berdua disi dingin loh... Ayo kita kepondok itu" kata Ackley sambil menunjuk pondok yang ada di ujung sana.
"Baiklah" Lucia berlari kecil menuju Ackley dan memeluk lengannya. Lagi Arthur memandangnya dengan perasaan kesal.
'Lagi... Persaan aneh ini muncul' batin Arthur menatap mereka berdua, lalu mengalihkan pandangannya pada tangannya yang tadi memegang tangan Lucia. "Hangat..." katanya pelan, lalu tersenyum kecil dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Art..." panggil Lucia yang menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Art, kenapa diam ayo" kata Ackley.
"Ah!" Arthur tesadar dari lamunannya. "Maaf, aku akan kesana" Arthur berlari menuju mereka berdua, dan meninggalkan jejak kaki di salju yang putih.
Mereka berjalan beriringan, sepanjang perjalanan Lucia selalu memeluk tangan Ackley dan tersenyum dengan bahagia.
Tiba-tiba saja Lucia melepaskan pelukannya dan menghentika langkahnya dan mereka menatap dengan tatapan heran.
"Putri..."
"Kalian tau" Kata Lucia tiba-tiba. Mereka hanya diam. "Aku..." senyuman manis terukir di wajahnya yang merona karena udara yang semakin dingin.
"Aku... Sangat menyayangi kalian berdua, hehehe" katanya, dan itu membuat kedua orang di depannya merona dengan hebat.
"A-APA!! Ja-jangan mengatakan hal yang bikin malu deh!!" Teriak Ackley. Dan Arthur hanya diam sambil memalingkan wajahnya yang masih merona.
"Hehehe" cengir Lucia, kemudian dia menatap ke arah langit. "Ah! Salju..." serunya.
Sontak ke dua orang itu menoleh ke arah langit.
Benda putih, halus dan lembut itu membelai pipi Lucia dengan lembut, membuat sensai yang dingin di kulit.
"Salju turun lagi..." kata Arthur.
"Ya..." jawab Ackley singkat.
"Aku sangat suka salju..." kata Lucia yang mengangkat kedua tangannya dan membiarkan salju itu jatuh di telapak tangannya.
"Salju itu membuat di seluruh permukaan kerajaan menjadi putih, bersih. Seperti bayi yang baru lahir tampa dosa..." Lucia menatap kosong langit yang ada di depannya. "Seperti dunia tampa perang" katanya pelan sambil tersenyum.
Di balik senyuman sang putri tersimpan sebuah rahasia.
-Chap 1: Snow, end-
"Salju yang berwarna putih dan bersih itu, bagaikan bayi yang baru lahir tampa dosa"
No comments:
Post a Comment